10. Reunion
Aku masih duduk terdiam di lantai lorong yang dingin dan gelap. Mereka-reka cerita apa yang akan kukatakan pada kedua temanku. Kutekuk kedua kakiku sementara kedua tanganku memeluk lututku.
Kame dengan tenang menghampiriku dan duduk disebelahku.
Rasa shockku hampir membuatku lupa akan keberadaannya disini.
Aku menoleh kearahnya, melihatnya sekilas, langsung menundukkan wajahku kebawah. Aku terus memandangi lantai, tidak berani menatapnya lebih lama.
Dia tidak berubah.
Sosoknya masih sama persis seperti yang kuingat saat terakhir kali aku memimpikannya. Wajahnya yang tampan. Tubuhnya yang tegap bagaikan patung dewa yang berubah menjadi nyata_sempurna. Kulitnya yang putih pucat. Rambutnya yang hitam, kontras dengan warna kulitnya. Hembusan nafasnya yang dingin dan aromanya yang wangi menggoda. Membuatku berdebar-debar.
Wajahku memerah.
Aku terus menundukkan wajahku, menutupinya dengan rambutku. Berusaha membuatnya tidak melihatku yang tersipu-sipu.
Sungguh perasaan yang aneh. Tidak sepantasnya aku merasakan ini. Aku seorang cowok dan Kame_walaupun dia demon dia tetap seorang cowok juga. Tapi kenapa aku tetap berdebar-debar berada disebelahnya. Kenapa aku merasa begitu merindukannya sampai ingin menangis kalau memikirkannya.
Ini tidak mungkin..ini tidak boleh terjadi..
Aku terus memikirkannya. Kepalaku terasa berdenyut_sakit. Dadaku terasa perih. Aku semakin menunduk dan meringkuk.
Kame menatapku lembut. Dicondongkan badannya mendekatiku. Merentangkan kedua tangannya yang panjang. Memelukku dari belakang.
Walaupun tangannya terasa dingin dikulitku_hatiku terassa hangat saat dia memelukku.
Kupejamkan kedua mataku, menahan perasaan yang bergejolak dihatiku.
Kame berbisik ditelingaku. Deru nafasnya yang dingin terasa mengenai tengkukku. Aroma nafasnya memabukkanku, menghipnotisku, membuatku merasa semakin ingin balas memeluknya.
“Yuki.......ini aku.....Masih ingatkah kau padaku, Yuki?”.
“Hei...kenapa dia terus memanggilku Yuki?”, tanyaku dalam hati.
“Aku Jin, bukan Yuki”, tegasku setengah berbisik_hampir tak bersuara.
Seperti mendengar kegelisahanku, Kame memelukku semakin erat dan berkata dengan lembut, “Yuki.....aku kembali...aku selalu bisa menemukanmu dimanapun kau berada. Itu janjiku padamu. Sekarang aku akan selalu bersamamu sampai kau tidak menginginkanku lagi”.
Dibalik suaranya yang indah dan lembut, terpancar kesedihan yang dalam_membuatku ikut terhanyut dalam rasa sedihnya itu.
“Siapapun namamu...seperti apapun dirimu...bagiku kau tetaplah Yuki ku. Yuki yang selalu kucintai”. Kame membelai kepalaku_sama seperti saat dia membelaiku dalam mimpi.
Kutolehkan wajahku kebelakang, mencoba memandang wajahnya dan berdiri menghadapnya.
“Tapi aku Jin...”, paksaku dengan nada tinggi.
“Aku seorang cowok”, tambahku setengah memaksa.
Kame berdiri dan tersenyum kepadaku. Senyum yang sangat menawan_membuatku semakin terpesona, memaksaku untuk memalingkan wajahku. Jika aku tidak segera
berpaling aku pasti akan menyerah kalah oleh pesonanya.
“Saat marah kau terlihat manis”, godanya.
Aku semakin cemberut. Mulutku mengerucut_manyun. Pura-pura tidak menanggapi kata-katanya.
“Hah...gawat, kau benar-benar marah ya?”, Kame menepuk keningnya.
Aku masih berpura-pura tidak peduli. Kutekuk kedua tanganku didepan dadaku. Aku semakin memalingkan wajahku.
Diraihnya tanganku dan segera kutepiskan.
“Jin......”, dengan lembut dia memanggil namaku.
Refleks..aku langsung melihatnya.
Kame tersenyum lagi, “Nah, gitu donk. Anak manis”. Sambil mengelus-elus kepalaku lagi.
Hati kecilku menjerit. Kenapa aku mudah tergoda dengan suara indahnya.
“Jin...kau adalah Yuki dan Yuki adalah kau”, Kame berusaha menjelaskan padaku.
“Apa?”, terkejut_aku menatapnya tidak percaya. Aku pasti salah dengar.
“Dimasa lalu kau hidup sebagai Yuki, gadis yang kucintai”, Kame menatapku, kedua tangannya memegang pundakku.
Kutatap wajahnya dalam-dalam, otakku berusaha keras memikirkan apa yang barusan dia katakan.
Setelah menghela nafas dalam-dalam_tidak sabar, “Baiklah, dengarkan baik-baik. Sekarang akan kujelaskan semuanya”.
Kusibakkan rambut yang menutupi telingaku, mendengarkan penjelasannya dengan seksama. Mencerna setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Setelah mendengar, berdebat, mengumpat dan mengelak, aku mulai mendapat gambaran tentang apa yang telah terjadi.
Aku adalah Yuki...
Dimasa lalu aku adalah seorang gadis yang hidup seorang diri ditengah hutan Mountdew. Persis seperti apa yang kuimpikan selama ini. Rumah tua itu, padang rumput itu. Kini semuanya saling berhubungan satu sama yang lain.
Aku bertemu dengan Kame ditengah padang rumput disebelah rumahku. Dalam sekejap kita menjadi teman akrab.
Kame sesekali datang mengunjungiku, menemaniku berjalan-jalan dipadang rumput, bercanda dan tertawa bersama_kemudian dia menghilang selama berhari-hari.
Dia menghindari para demon yang mengincar dirinya, dia memikirkan keselamatanku. Tidak ingin melihatku terluka.
Dalam kesendirianku, aku selalu membayangkan Kame, memikirkannya, merindukannya. Kurasa aku mulai jatuh cinta padanya.
Saat kuungkapkan perasaanku, aku merasa lega dan bahagia. Kame membalas perasaanku.
Aku yang egois, memaksa untuk selalu berada disisinya. Mengabaikan semua bahaya yang akan kuhadapi, tanpa memikirkan perasaan Kame yang semakin terluka saat melihatku terluka karena ulah para demon yang terus datang menyerang.
Akulah yang memaksanya berjanji untuk selalu mencintaiku, selalu menemaniku dimanapun aku berada tanpa memikirkan dirinya.
Karena akulah_Kame memilih untuk menyerah dan menyegel dirinya beserta seluruh kekuatannya kedalam cincin. Bertahun-tahun dalam kesendirian, menungguku terlahir kembali.
Aku menangis..........semua ini salahku. Kalau saja aku tidak bertemu dengannya. Kalau saja aku tidak mencintainya. Kalua saja aku tidak egois dan memaksa untuk tinggal bersamanya, semua ini pasti tidak akan terjadi. Kame pasti akan lebih bahagia.
Melihatku mulai menangis, Kame menarik tubuhku, memelukku.
“Aku tidak pernah menyesal mencintaimu dan akan selalu mencintaimu”, katanya lembut sambil mengecup keningku.
“Aku tidak peduli kau cewek atau cowok, yang kucintai bukan tubuh dan wajahmu, aku mencintai jiwamu yang hangat dan lembut”, berusaha meyakinkanku.
“Selama kau masih menginginkanku, aku akan selalu menemanimu, melindungimu, mencintaimu”, katanya tegas sambil menatap kedua mataku. Wajahnya begitu dekat, semakin mendekat_menciumku.
Aku balas menciumnya, kedua tanganku memeluk punggungnya.
Selesai berciuman terlintas sesuatu dipikiranku.
“Tunggu dulu.....aku bukan pecinta sesama jenis. Aku kan cowok normal”, aku menegaskan.
“Tapi......kenapa aku mencintaimu? Apa karena Yuki mencintaimu, sehingga aku jadi ikut merasakan cintanya padamu?”, bertanya pada Kame.
Kame tertawa...tawanya bergema disepanjang lorong.
“Sudahlah...jangan terlalu dipikir, mukamu kelihatan jelek tuh”, Kame nyengir mengejekku.
Aku menggembungkan kedua pipiku_cemberut.
Sambil mencubit kedua pipiku, “Aku tidak peduli kau mencintaiku atau tidak, aku akan tetap selalu mencintaimu. Oke?”.
“Hmm...oke...”, aku setuju dengan alasan itu.
“Tapi bagaimana dengan teman-temanku..aku harus bilang apa? Tidak akan ada yang percaya kalau aku bilang bertemu dengan iblis penghisap darah dan diselamatkan oleh demon cowok yang ternyata adalah pacarku dimasa lalu. Mereka pasti mengejekku habis-habisan”, kataku lesu.
“Kau terlalu banyak berpikir”, kata Kame sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Tenang....bila itu yang kau mau akan kubuat diriku hanya bisa terlihat olehmu. Bersikaplah seperti biasa didepan teman-temanmu dan jangan kau ceritakan tentang gadis dalam lukisan itu. Semua pasti beres”, Kame mengedipkan mata kirinya.
Kame berbalik, berjalan mendahuluiku menuju asrama sambil berkata,”Ah iya...satu lagi..mulai sekarang kau harus bersiap-siap”.
“Bersiap-siap apa?”, teriakku.
“Sekarang, setelah segelku terbuka para demon yang mengincar kekuatanku akan kembali menyerangku. Untuk mengalahkanku mereka pasti akan mengincar kelemahanku, yaitu kamu Jin. Jadi bersiap-siaplah. Tapi aku yakin kau bukan cowok yang lemah, mereka tidak bisa dengan mudah mengalahkanmu. Hah....leganya....”, Kame tersenyum sambil terus berlalu meninggalkanku.
Bengong....
“Apa!”, teriakku.
“Hei...tunggu dulu....Kame!! Apa maksudmu dengan serangan demon? Berarti masih banyak demon yang akan datang menyerang? Kame.....! Jangan tinggalkan aku...”, aku berlari mengejar Kame menuju asrama.
Aku cemas.
Tampaknya mulai sekarang aku harus mengucapkan selamat tinggal pada kehidupanku yang tenang.
Serangan para demon, tampak seperti suatu pikiran yang aneh dikepalaku.
Biarlah..apapun yang terjadi akan kuhadapi..
”Yosh..para demon, datanglah kalau berani. Aku bukan Yuki yang dulu. Sekarang aku Jin Akanishi. Akan kuhadapi kalian semua dan membuat kalian menyesal telah mengenalku”, apapun yang terjadi_selama ada Kame disisiku, aku akan bertahan.
-end-