8. Sang gadis
Gadis dalam lukisan itu tersenyum aneh. Rambut peraknya berkilau terkena cahaya bulan. Tangan-tangan kurusnya meraba-raba bingkai lukisan. Kepalanya ditolehkan kekiri dan kekanan. Bola matanya yang hijau berubah menjadi merah_semerah darah. Jari-jari tangannya yang kurus dan pucat mencengkeram bingkai lukisan. Dia mencondongkan tubuhnya kebelakang. Mengambil ancang-ancang_mendorong seluruh tubuhnya sekuat tenaga keluar dari dalam bingkai. Mengangkat kaki kirinya melewati bingkai disusul dengan kaki kanannya. Melompat dengan lincah_mendarat sempurna di lantai lorong.
Pelan-pelan, jemari tangannya merapikan gaunnya yang kusut sambil menyerigai memperlihatkan sepasang taring yang berkilau memantulkan cahaya bulan. Rambut panjangnya berantakan_menutup wajah cantiknya.
Didongakkan kepalanya keatas, menatap sang bulan sambil menyerigai aneh.
“Hi...hi...hi....darah”, tawa gadis itu. Suaranya sangat lembut dan merdu. Bagaikan sebuah symphoni yang indah. Memabukkan setiap orang yang mendengarnya.
“Aku mau darah........!”, gadis itu menjilat bibir merahnya yang tipis_melirik kekiri dan kekanan. Menolehkan kepalanya_melihat kesekelilingnya. Mencari mangsa.
Terhuyung-huyung dan sedikit melayang gadis itu berjalan kebalik pilar. Bersembunyi dikegelapan malam. Mata merahnya menatap tajam, menunggu korbannya dalam diam.
Dikejauhan terlihat sesosok pemuda berjalan tergesa-gesa memasuki lorong. Waspada_melihat kekiri dan kekanan, sesekali menoleh kebelakangnya.
Tak sabar gadis itu menanti mangsanya. Kuku tangannya yang tajam mencengkeram erat-erat pilar penyangga. Air liurnya mulai menetes_membayangkan manisnya aroma darah.
“Ayo.....cepat....cepat...”, gumamnya dalam hati.
“Yah...betul....anak manis....kemarilah.....”, semakin tidak sabar.
“Sedikit lagi......”, sambil tersenyum licik_bola mata merahnya bersinar.
Pemuda itu berdiri beberapa meter didepannya. Terdiam menatap heran kearah lukisan yang kosong.
Secepat kilat, tangan-tangannya yang panjang dan kurus mencengkeram punggung pemuda itu dari belakang. Sekuat tenaga mendekap pemuda itu erat-erat.
Tangan kirinya terus mendekap erat. Tangan kanannya terasa dingin dikulit leher pemuda itu. Kukunya yang tajam segera menggores kulit si pemuda_menyebabkan luka yang cukup dalam. Darah merah mulai mengalir_kontras dengan warna kulit si pemuda yang putih.
Gadis itu mendekatkan wajahnya keleher sipemuda. Mencium aroma darah yang membangkitkan nafsunya, dijulurkannya lidahnya_menjilati darah yang manis dan tersenyum puas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar