Kamis, 30 Juni 2011

yakusoku (promise..) part 6


6.  Investigasi

Aku terbangun dari tidurku. Mataku terasa lengket_susah untuk dibuka. Seluruh tubuhku terasa sakit, aku yakin ini pasti karena tidurku yang tidak nyenyak semalam. Malas_kuraih jam weker dimeja sebelah ranjangku.
            Aku kesiangan_lagi.
            Terburu-buru kubuka selimutku. Kubiarkan teronggok diujung ranjangku. Aku mencoba untuk berdiri. Kepalaku terasa sakit. Kupaksa diriku berjalan menuju kamar mandi. Wajahku dicermin benar-benar kacau. Mataku memerah dan ada lingkaran hitam disekitarnya, tanda kurang tidur.
            Kunyalakan keran diwashtafel, segera kubasuh wajahku. Dinginnya air menusuk kulitku. Kuraih sikat gigi disebelah kananku. Cepat-cepat kugosok gigiku_sampai gusiku terluka. Darah merah mengalir saat aku berkumur di washtafel. Aku merapikan rambutku yang berantakan dengan jari-jari tanganku. Memakai seragamku sambil berusaha memasukkan beberapa buku yang berserakan dimeja kedalam tasku. Mencari-cari pasangan kaos kaki ku selama beberapa menit dan menemukannya diantara tumpukan baju kotorku. Memakai sepatuku. Bergegas menuju keruang kelas_melewatkan sarapan.
            Aku berlari disepanjang lorong dan terus berlari menaiki tangga menuju kelas.
            Aku berhasil memasuki kelas dan duduk sambil terengah-engah kehabisan nafas beberapa menit sebelum pak guru masuk kedalam kelas.
            Nakamaru dan Junnosuke terus menatapku yang sedang berusaha menenangkan diri, kemudian mereka saling menatap satu sama yang lain. Aku yakin mereka pasti akan memberondongiku dengan berbagai macam pertanyaan waktu istirahat nanti. Saat ini aku harus melupakan masalah itu dulu, sekarang aku harus berkonsentrasi untuk mendengarkan penjelasan dari pak guru.
            Aku mengumpat dalam hati_susah untuk berkonsentrasi. Apa yang dikatakan pak guru seperti bahasa dari planet lain yang masuk ketelinga kanan dan keluar dari telinga kiriku. Junnosuke juga terus mengganggu konsentrasiku. Dibelakangku dia beberapa kali menyodok punggungku dengan pensilnya. Mungkin hal ini dianggapnya lucu.
            Aku melirik ke Nakamaru disebelahku. Wajahnya terlihat mencemaskanku. Cemberut_sesekali dia melihat kearah Junnosuke, berusaha memberi tanda supaya berhenti menggangguku. Junnosuke tetap menggangguku_mengabaikan Nakamaru. Aku bisa mendengar Nakamaru mendengus lumayan keras.
            Akhirnya bel berbunyi. Dua jam pelajaran yang terasa panjang dan melelahkan bagiku. Malas-malasan ku rapikan buku-bukuku. Kutolehkan wajahku ke arah Nakamaru. Dia telah merapikan semua bukunya_menungguku untuk bergegas meninggalkan kelas. Aku menoleh kebelakang, sambil nyengir jahil Junnosuke bersiap-siap menggodaku lagi.
            “Sudahlah Junno, biarkan Jin membereskan bukunya dulu”, Nakamaru membelaku. “Kita bisa telat nih dikelas berikutnya”, katanya pada Junnosuke sambil cemberut.
            “Oke...oke...jangan marah...”, Junnosuke nyengir jahil. “Jin saja diam, kok malah kau yang marah sih?”, goda Junnosuke dengan gaya merajuk sambil melirik kepadaku.
            “Aku sudah selesai...Yuk kita pindah kelas”, aku berdiri_menyelempangkan tasku dan memandang kearah Nakamaru. Aku berjalan kearah pintu_berhenti dan memandangnya lagi.
“Ayo......”, ajakku.
            Nakamaru segera bangkit_berdiri dan bergegas menyusulku, meninggalkan Junnosuke dibelakangnya.
“Hei...aku jangan ditinggal. Kau tega banget sih, Jin”, Junnosuke berlari menyusulku dan Nakamaru.
            Sepanjang jalan Junnosuke terus merajuk karena aku dan Nakamaru meninggalkannya.
            Nakamaru terlihat kesal dengan ulah Junnosuke. Dia berusaha untuk tetap diam, mengabaikan Junnosuke yang terus mengganggu.
            Hal ini terus berlanjut sampai jam istirahat makan siang. Aku dan Nakamaru kompak mengacuhkan Junnosuke.
            Kesal omongannya tidak ditanggapi, Junnosuke pada akhirnya meminta maaf. “Oke....aku mengaku salah, maaf!! Please jangan cuekin aku lagi”, mukanya memerah menahan kesal.
            Aku dan Nakamaru saling berpandangan dan tertawa keras. Saking kerasnya sampai seisi kantin melihat kearah kita. Junnosuke melongo melihat kita berdua, lalu ikut tertawa. “Berarti sekarang kalian sudah tidak marah lagi kan?”, tanyanya sambil tertawa.
            “Hmm....sebentar....kupikirkan dulu...”, godaku_berpura-pura terlihat serius.
            “Hei.......!”, sergah Junnosuke. Mulutnya mengerucut, pipinya digembungkan, cemberut. Mukanya terlihat lucu sekali.
            “Kita bercanda kok.....”, Nakamaru menepuk punggung Junnosuke sambil menghabiskan sandwichnya.
            Aku segera melahap makan siangku. Sepiring nasi kare, dua iris roti, semangkuk puding melon dan sebuah pisang. Aku kelaparan. Tadi pagikan aku tidak sempat sarapan. Kami bertiga terdiam beberapa saat. Sibuk menghabiskan makan siang.
            Kantin semakin bertambah ramai. Terdengar beberapa siswa ngobrol dengan suara keras_membahas tentang siswa yang menghilang. Siswa lain yang tertarik segera bergabung dengan obrolan mereka. Dalam sekejap seluruh kantin membahas hal yang sama, kasus hilangnya Mark.
            Penuh semangat, Junnosuke menanggapi obrolan tersebut. Berdiri_mengepalkan kedua tangannya, berteriak “Yosh...teman-teman, serahkan kasus ini padaku. Klub majalah sekolah akan berusaha menyelidikinya. Jadi aku mohon bantuan dari kalian semua”.
            Seisi kantin bersorak sorai menyemangati Junnosuke, suasana semakin riuh. Junnosuke tersenyum puas melihat reaksi dari siswa yang lain. Aku dan Nakamaru bengong dan terduduk lemas. Aku mulai merasakan firasat buruk nih. Pasti ujung-ujungnya Junno memaksaku dan Maru untuk membantunya menyelidiki kasus ini. Aku sendiri yang bakalan kerepotan.
            Melihat ekspresi mukaku dan Maru, Junno berusaha menyemangati kami berdua,”Haduh jangan bengong gitu donk...Ayolah....kita pasti bisa kok. Percaya deh dengan kemampuanku mencari informasi. Kalau kita bersatu pasti kita bisa memecahkan kasus ini”.
            Aku diam.
            Nakamaru juga diam.
            Tidak ada respon dari kita.”Kalian sudah lupa ya? Kan kalian janji mau menolongku”, Junnosuke mengedipkan mata kirinya,
            Nakamaru melihatku, meminta dukungan menolak keinginan Junnosuke.
            Aku menghela nafas. “Huft...iya..iya...janji ya janji”.
            Nakamaru melotot protes kepadaku. Beberapa detik kemudian mukanya terlihat pasrah. “Yah....apa boleh buat, aku juga terlanjur janji”, katanya dengan malas-malasan.
            “Janji lo ya, kalau keadaannya terlalu berbahaya, kita harus melaporkan hal ini pada guru atau kepala sekolah. Oke??”, Nakamaru setengah memaksa dengan nada suara yang agak tinggi.
            “Oke...oke...”, Junnosuke mengacungkan jempol tangan kanannya tanda setuju.
            “Baiklah, sekarang saatnya kita menyusun rencana”, kataku sambil memberi tanda untuk mendekat.
            Kamipun menyusun rencana bersama-sama. Aku bertugas mengumpulkan informasi dari murid yang lain, Junnosuke mencari informasi dari para guru dan petugas sekolah, sementara Nakamaru yang mengolah data.
            Setelah pelajaran terakhir selesai, kami berpencar melaksanakan tugas masing-masing_berjanji bertemu dikantin pada saat makan malam.
            Aku memulai tugasku dengan menghampiri siswa kelas 1 yang duduk bergerombol dibangku taman. Sayangnya mereka tidak banyak memberi informasi.
            Aku berjalan melalui taman menuju ruang olahraga.
            Terlihat beberapa anak masih berenang dan sebagian lagi ngobrol sambil duduk dipinggir kolam renang. Aku mendekati mereka_berusaha mencari informasi tentang Mark dan bagaimana dia menghilang. Bukannya menurut teman-temannya, sebelum Mark menghilang dia terakhir terlihat dikolam renang. Aku berharap kali ini bisa mendapatkan informasi yang cukup. Terus terang, sebenarnya aku malas harus mondar-mandir mengumpulkan informasi seperti ini.
            Menurut kesaksian teman-temannya, jam lima sore Mark masih terlihat asik berenang dan saat itu teman-temannya satu persatu mulai meninggalkan Mark sendirian. Setelah itu mereka tidak tahu apa yang terjadi padanya.
            Aku mendekati sekumpulan anak yang lain, mereka sedang bermain-main dipojok kolam renang.
            Mereka menghentikan permainannya saat melihatku mendekat. Tampaknya mereka tertarik dan penasaran dengan apa yang kulakukan, kemudian berbisik-bisik satu sama yang lainnya.
            Rupanya aku tidak perlu banyak tanya. Saat kusebut nama Mark, penuh semangat mereka langsung menceritakan semua yang mereka tahu. Yah walaupun sebenarnya kebanyakan ceritanya tentang mereka sendiri, tentang apa saja yang mereka lakukan pada saat Mark menghilang. Mereka bercerita dalam waktu yang hampir bersamaan. Aku sampai harus mengatur mereka dan menyuruh mereka bercerita secara bergantian. Tidak lupa aku mencatatnya di notebook ku. Aku harus membuat laporan untuk Nakamaru, agar dia bisa mengolah data yang telah aku dan Junnosuke kumpulkan.
            Akhirnya dari informasi yang kuperoleh, dapat disimpulkan di hari saat Mark menghilang, dia tidak terlihat melewati asrama guru. Seharusnya untuk menuju ke asrama dari ruang olahraga dia harus berjalan sedikit memutar melewati asrama guru. Tapi karena dia tidak terlihat disana berarti Mark memilih untuk berjalan melewati taman.
            Tanpa sadar aku mulai menyusuri jejak Mark. Aku berjalan dari ruang olahraga ke arah taman yang mulai sepi. Masih terlihat beberapa anak yang duduk dibangku taman dan berjalan lalu lalang melintasi taman.
            Dari dulu aku tidak suka taman ini. Apalagi disore hari dimana kabut semakin tebal, udara dingin mulai menusuk tulang, sinar matahari mulai menghilang. Aku benci suasana ini. Lampu taman yang temaram, sama sekali tidak membantu menerangi taman.
            Aku segera bergegas melangkah menuju gedung sekolah. Aku tidak mau berada diluar sendirian saat matahari mulai tenggelam. “Jam berapa sekarang?”, tanyaku pada diriku sendiri sambil melihat jam dipergelangan tanganku. Aku melotot tidak percaya.”Gawat, sekarang sudah jam setengah enam”, teriakku dalam hati.
            Tersadar setelah melihat sekelilingku_aku sendirian. Jantungku berdetak kencang melewati gedung sekolah. Aku bisa mendengar langkah kakiku bergema disepanjang koridor kelas. Gelap_lampu kelas telah dimatikan. Aku terus melangkah sambil berharap semoga bertemu dengan satu atau dua orang murid yang juga kemalaman sepertiku.
            Sedikit lagi...tinggal melewati lorong kecil dibelakang gedung sekolah lalu aku bisa segera sampai di asrama.
            Sambil membayangkan Nakamaru dan Junnosuke yang tidak sabar menungguku di kantin asrama aku berjalan menuju lorong dibelakang gedung sekolah.
            “Junno harus memberiku jatah pudingnya malam ini, gara-gara dia aku harus melewati lorong yang sempit itu seorang diri”, gumamku.
            “Berani taruhan, dia sendiri juga tidak akan berani melewati lorong itu sendirian”, kataku lagi sambil membayangkan ekspresi muka Junnosuke yang ketakutan_seperti aku saat ini.
            “Apalagi Maru, dia bisa pingsan kalau harus sendirian seperti ini”, kataku sambil mengangguk-anggukkan kepala.
            Kukepalkan kedua telapak tanganku_membulatkan tekad, mengumpulkan semua keberanianku. “Ayo Jin, tinggal beberapa meter lagi!”, setengah berteriak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar