Rabu, 29 Juni 2011

yakusoku (promise..) part 4


4.   St Angel High School

            St Angel High School adalah sekolah elite berasrama yang didirikan khusus untuk anak cowok keturunan bangsawan di masa lalu. Belum ada yang berubah dari bangunan ini sejak dibangun berabad-abad tahun yang lalu. Pemerintah setempat melarang perombakan bentuk bangunan di gedung ini, kata mereka gedung ini merupakan salah satu cagar budaya yang harus dilestarikan. Sekolah ini terlihat sangat tua, sesuai dengan umurnya. Sebagian murid yang bersekolah disini memang merupakan keturunan bangsawan maupun anak dari para pengusaha kaya, tetapi ada juga beberapa murid yang bersekolah disini karena mendapatkan beasiswa, sama seperti aku dan Nakamaru.
            Gedung sekolah ini berupa kastil tua yang berdiri dengan megah disebelah sebuah bukit kecil dipinggir hutan Mountdew, letak kastil ini agak terpencil, jarak antara kastil ini dengan rumah terdekat sekitar lima kilometer. Pilar-pilar kastil yang masih berdiri dengan kokoh menyangga langit-langit yang tinggi masih menunjukkan sisa-sisa kejayaan dimasa lalu. Sebagian besar ruangan di dalam gedung ini sudah direnovasi tanpa mengubah arsitektur aslinya. Sekolah ini memiliki lorong-lorong sempit yang menghubungkan antara bangunan satu dengan yang lainnya.
            Bangunan utamanya terdiri dari ruang pertemuan, kantor kepala sekolah, kamar kepala sekolah, ruang guru, ruang kesehatan, dan sebuah aula yang luas. Disebelah kirinya terhubung dengan sebuah lorong yang sempit, merupakan sekolah St Angel itu sendiri, gedungnya yang bertingkat dibagi menjadi beberapa ruang kelas dan laboratorium. Lantai dasar diperuntukkan sebagai tempat para siswa melakukan kegiatan tambahan sepulang sekolah. Disana terdapat ruang majalah sekolah, kelas musik, melukis dan beberapa kegiatan lainnya. Tingkat pertama digunakan sebagai ruang kelas siswa kelas satu. Ditingkat kedua diperuntukkan bagi siswa kelas dua dan ditingkat yang paling atas digunakan oleh siswa kelas tiga.
Agak menjorok kedalam, disebelah kiri gedung sekolah berdirilah asrama tempat tinggal para siswa di sekolah ini. Gedung asrama ini juga bertingkat dengan banyak pilar penyangga dan jendela-jendela yang besar. Dilangit-langitnya yang tinggi tergantung lampu-lampu kristal tua yang indah. Dikiri kanannya tergantung beberapa lukisan tua. Didasar bangunan terdapat ruang rekreasi bagi para siswa. Disebelahnya terdapat ruang belajar dan perpustakaan. Tepat dibawah tangga menuju kelantai atas terdapat kantin. Ditingkat pertama digunakan sebagai asrama siswa kelas satu. Ditingkat kedua merupakan asrama siswa kelas dua dan ditingkat ketiga adalah asrama siswa kelas tiga. Gedung asrama ini juga mempunyai ruang bawah tanah yang terletak tepat dibawah ruang rekreasi. Ruang bawah tanah ini digunakan sebagai gudang dan pintunya selalu terkunci.
Disebelah kanan bangunan utama merupakan asrama bagi para guru yang mengajar disini. Dilantai dasarnya terdapat ruang rekreasi dan kantin bagi para guru. Lantai atas merupakan tempat tinggal bagi para guru. Tepat di bagian belakang asrama guru terdapat sebuah pintu gerbang kecil yang menghubungkan antara sekolah dengan jalan setapak kecil menuju hutan Mountdew. Setiap akhir pekan pintu gerbang itu dibuka sehingga para siswa dapat berjalan-jalan menyusuri jalan setapak di hutan Mountdew, bermain-main di sungai kecil yang mengalir membelah hutan. Tidak jauh dari asrama guru terdapat dapur umum, rumah penjaga sekolah dan gedung olahraga. Bangunan-bangunan ini terhubung oleh sebuah lorong kecil dan sempit.
Keseluruhan bangunan sekolah St Angel ini berbentuk setengah lingkaran dengan gedung utama sebagai pusatnya. Ditengah-tengah bangunan ini terbentang sebuah taman yang luas dengan kursi-kursi batu disekelilingnya, lampu-lampu taman dan sebuah air mancur ditengah-tengahnya.
Pemandangan taman disiang hari sangat lah indah. Bunga-bunga yang bermekaran di sudut-sudut taman dapat sedikit memberikan kesan ceria di kastil yang tua ini. Para siswa senang menghabiskan waktu luangnya dengan bersantai-santai di taman ini. Sekedar berjalan-jalan atau pun duduk dan mengobrol bersama teman-teman dibalik teduhnya pepohonan yang rindang. Sebaliknya pada malam hari suasana di taman sangat mencekam. Hanya terdengar suara deru angin yang berhembus dan suara gemericik air mancur yang memecah kesunyian. Warna-warni bunga yang indah menghilang ditelan kegelapan malam. Siluet pepohonan yang disorot oleh lampu taman yang temaram menghasilkan bayangan yang menakutkan, seperti cakar yang berusaha menggapai dan mencengkeram kelamnya langit malam.
Karena merupakan bangunan tua, gedung ini sering memancarkan aura mistis yang aneh. Aura itu semakin terlihat dengan adanya kabut yang selalu menyelimuti gedung ini. Dimalam hari gedung ini terkesan sepi, suram dan menakutkan, seakan-akan ada sesuatu yang jahat yang berkeliaran di malam hari sedang mengendap-endap mencari mangsanya. Banyak beredar cerita-cerita hantu di sekolah ini. Dari hantu penghuni ruang bawah tanah, vampir penghisap darah, sampai hantu di laboratorium.
Setelah melewati jam 9 malam tidak ada siswa atau pun guru yang keluar dan berjalan-jalan di luar, yah_kecuali kalau memang benar-benar terpaksa...tidak ada seorang pun yang berani pergi ke luar seorang diri, biasanya mereka akan pergi beramai-ramai.
Tergesa-gesa aku berjalan menuruni tangga menuju ke kantin. Kantin terlihat ramai dan bising dengan suara para siswa yang sedang mengantri untuk mengambil sarapan. Beberapa siswa yang sudah selesai mengantri duduk bergerombol mendominasi beberapa meja sekaligus. Sibuk dengan obrolannya masing-masing. Suaranya bagaikan dengungan lebah ditelingaku.
Aku tidak terlalu merasa lapar, jadi setelah mengambil sepotong sandwich berlapis keju, segelas orange jus dan sebuah apel aku segera bergegas mencari meja yang kosong.
Sambil berjalan, kutolehkan kepalaku kekanan dan kekiri. Disudut ruangan aku melihat Junnosuke dengan riang melambai-lambaikan tangannya padaku. Ternyata Maru sudah duduk disampingnya sambil meminum segelas susu.
Segera kuhampiri mereka berdua.
Nakamaru menengok sebentar padaku dan memandangku sambil tersenyum, lalu meneruskan sarapannya. Sementara Junnosuke sudah lebih dulu menghabiskan sarapannya. Dengan penuh semangat Junnosuke sibuk menceritakan tentang hasil liputannya yang terbaru untuk majalah sekolah. Nakamaru sesekali mengangguk menanggapi cerita Junnosuke.
Aku duduk didepan Junno.
Kuambil sandwich ku lalu kugigit sedikit demi sedikit, kukunyah makananku perlahan-lahan sambil berusaha mendengarkan apa yang sedang Junno ceritakan pada Maru.
Sedikit-sedikit aku bisa menangkap apa yang Junnosuke katakan__ semalam ada siswa kelas satu yang menghilang. Aku tidak bisa dengan jelas mendengar sisa ceritanya, suara Junno hilang ditelan oleh berisiknya suara-suara siswa yang semakin banyak memasuki kantin.
Kuminum orange jus ku setelah menghabiskan sandwich ku. Kusisakan apelku untuk nanti siang. Perutku sudah terasa penuh. Tidak ada sedikit ruang lagi untuk sebuah apel.
Tampaknya Nakamaru juga sudah menyelesaikan sarapannya.
Kita bergegas berjalan menelusuri lorong menuju ke ruang kelas di lantai tiga.
Rupanya sebelum sarapan Nakamaru sudah menceritakan kejadian semalam pada Junnosuke. Hasilnya...sepanjang perjalanan menuju kelas Junno tidak henti-hentinya menyuruhku bercerita. Junno menghujaniku dengan berbagai pertanyaan, menginvestigasiku habis-habisan, tidak memberiku kesempatan untuk berpikir dan menjawab. Nakamaru tertawa melihat wajahku yang kebingungan meladeni pertanyaan-pertanyaan Junno. Aku tampak seperti orang bodoh.
Junno tidak berhenti begitu saja saat pelajaran dimulai. Sepanjang pelajaran dia sibuk berbisik-bisik dibelakangku sambil menyodok punggungku dengan pena nya__terus menanyakan hal yang sama berulang-ulang.
Saat perpindahan kelas, dengan setia Junno mengikutiku kemana pun aku pergi. Termasuk mengikutiku ke toliet dan ke kantin untuk makan siang.
Dijam pelajaran terakhir Junno masih terus menggangguku.
Nakamaru yang semula menganggap lucu hal ini lama-lama merasa terganggu juga.
Dengan tajam ditatapnya Junnosuke yang duduk dibelakangnya, ujung jari telunjuk kanannya ditempelkan ke bibirnya yang mengerucut, “Sst...sudahlah Junno...jangan ganggu Jin lagi...”.
Junnosuke mengerling ke arahku, dengan nada suara menggoda berkata, “Ok...sementara ini kau menang...tapi nanti sepulang sekolah kau berhutang cerita padaku, he...”.
Nakamaru mendengus kesal disebelahku. Aku yakin sekarang dia merasa menyesal telah menceritakan semuanya pada Junnosuke.
Junnosuke adalah tukang gosip dan sumber berita di sekolahku. Dia seperti pusat informasi berjalan di sekolah. Dia mengetahui berbagai macam data dan informasi dari hampir semua siswa dan guru di sekolah. Makanya dia langsung setuju 100% saat diminta menjadi ketua majalah sekolah. Dia tidak akan  pernah melepaskan berita dan gosip sekecil apapun.
            Tidak heran bila sekarang Junno mengejar-ngejar dan memaksaku untuk bercerita. Ditangannya, sepotong berita bisa berubah menjadi heboh dan menggemparkan seisi sekolah.
            Aku masih ingat sebulan yang lalu ada anak yang menderita anemia. Wajahnya selalu terlihat pucat dibawah sinar matahari. Ada bayangan hitam keunguan dibawah matanya. Dia sering membolos dibeberapa kelas. Tidak tahan bila harus berjemur di teriknya matahari. Lalu Junno menyebarkan berita ada vampir berkeliaran dan menghisap darah di sekolah. Dalam hitungan menit seluruh sekolah menjadi gempar.
Aku jadi merasa kasihan pada anak itu...
Untungnya masalah bisa cepat diselesaikan, dengan ekspresi tidak berdosa Junno mengatakan salah melihat saat anak itu dibelakang sekolah sendirian sedang minum jus tomat. Dikiranya anak itu minum darah. Lampu-lampu di bangunan ini memang selalu remang-remang jadi orang-orang tidak bisa melihat dengan jelas dimalam hari. Menurutku kejadian itu sungguh konyol...
            Tepat jam empat sore, bel pelajaran terakhir berbunyi dengan nyaring...disambut teriakan anak-anak yang riang.
            Semuanya bergegas meninggalkan kelas. Ada yang langsung kembali ke asrama, ada yang melakukan kegiatan tambahan, ada yang memutuskan untuk berjalan-jalan di taman.
            Enggan kurapikan buku-bukuku. Kuambil tas ku dari dalam laci di bawah meja. Kumasukkan satu persatu bukuku ke dalam tas. Aku bersiap kembali ke asrama. Aku merasa ngantuk, mungkin gara-gara semalam aku kurang tidur. Aku ingin cepat-cepat berbaring diranjangku dan tidur sebentar sampai waktu makan malam tiba.
            Nakamaru sudah mendahuluiku membereskan bukunya, tidak sabar menungguku di depan pintu kelas.
            Junnosuke masih berada di belakangku, dengan manis menungguku bangkit dari kursiku.
            Kuselempangkan tas ku, bersiap untuk pergi. Aku berdiri. Tiba-tiba Junno menarik tanganku.
            Aku menoleh ke arahnya. Mencoba melepaskan tanganku dari tangannya. Junno tidak mau menyerah, tatapannya memelas dan penuh harap dia terus memandangiku dan merayuku untuk bercerita.
            “Please...Jin...”, Junno mengerjap-ngerjapkan matanya.
            “Kitakan teman...”, sambil tersenyum manis padaku.
            Kurasa pada akhirnya akulah yang kalah, aku tidak pernah tahan dengan tatapan Junno yang memelas seperti itu. Wajahnya seperti kelinci kecil yang lugu, meminta belas kasihan.
            Sepanjang perjalanan pulang ke asrama aku menceritakan mimpiku semalam, sebenarnya ada beberapa bagian yang kuhilangkan dan tidak kukatakan pada Junno. Aku tidak mau membuat Junno menjadi heboh dan menjadikanku sebagai bahan berita utama di sekolah ini.
            Diakhir cerita kutekankan padanya semua itu hanya mimpi yang tidak berarti. Jadi dia tidak boleh melebih-lebihkan ceritaku dan membuatnya jadi heboh. Dia harus berjanji padaku, dan aku serius...
            Junno mengangguk-angguk tanda setuju, kemudian dikaitkannya jari kelingking tangannya di jari kelingking tanganku dan mengucap janji.
            Nakamaru menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kami berdua.
            Untuk menghentikan Junnosuke terus bertanya padaku, aku berusaha mengalihkan perhatiannya. Kutanyakan padanya tentang berita siswa kelas satu yang semalam menghilang dari sekolah.
            Junnosuke mengangkat kedua alisnya, dengan semangat menggebu-gebu dia berkata, “Ini benar-benar berita yang heboh”.
            Tanpa memperhatikanku dan Nakamaru, dia berkata pelan seakan-akan takut ada yang mendengarnya,”Sstt...tapi ini masih rahasia...siswa yang lain belum ada yang tahu...”
            Tanpa kutanya dia menjelaskannya padaku, “Aku mendengar berita ini dari penjaga sekolah yang sedang ngobrol dengan penjaga kantin. Waktu itu aku sedang berada dibelakang mereka, jadi tidak ada yang menyadari kalau aku menguping obrolan mereka.”
            Kudekatkan tubuhku kesebelahnya untuk mendengar lebih jelas. Nampaknya Nakamaru juga tertarik dengan berita ini. Dia ikut mendekati Junno.
            Merasa puas karena sudah membuat kita berdua menjadi penasaran, dengan wajah penuh kemenangan Junno melanjutkan ceritanya, suara berbisik sambil sesekali melihat kesekelilingnya_memastikan tidak ada yang menguping pembicaraan kita.
            “Sekarang guru-guru sedang kebingungan...Mark, siswa baru di kelas satu semalam menghilang”.
            “Kepala sekolah tidak mau melibatkan polisi, takut merusak reputasi sekolah ini.”
            Dengan wajah serius Junno berkata,”Ada yang bilang Mark menghilang saat akan pulang ke asrama. Kemarin sore aku masih melihatnya berenang sendirian di gedung olahraga.”
            “Apa kau yakin dia tidak kabur dari asrama?”, tanyaku pada Junno.
            “Itu tidak mungkin...dia meninggalkan semua barang-barangnya di asrama”, Junnosuke menepis pertanyaanku sambil mengibas-ngibaskan telapak tangan kanannya di depan mukanya.
            “Ngomong-ngomong...Mark itu yang mana ya? Aku kok tidak kenal...”, Nakamaru bertanya penasaran sambil menatapku kemudian menatap Junno penuh tanda tanya.
            Junnosuke terlihat terkejut, tidak percaya, “Masa sih kau tidak kenal Mark?”, nada suaranya meremehkan.
             Nakamaru menggeleng-gelengkan kepalanya_bingung, bibir bawahnya mengatup menutupi bibir atasnya sambil menatap kosong ke arah Junnosuke.
            “Dia anak kelas satu yang sering bermain dengan teman-temannya di kantin”, Junnosuke berusaha mengingatkan Nakamaru. “Mereka sering berbicara dengan suara tinggi dan tertawa keras sekali, pokoknya mereka benar-benar berisik dan menyebalkan”, sambung Junnosuke, telapak tangan kanannya dikibas-kibaskan di dekat mulutnya.
            Tampaknya Nakamaru mulai ingat, wajahnya terlihat cerah, berseri-seri, “Oh...yang itu...sekarang aku ingat”. Nakamaru mengepalkan tangan kanannya kemudian memukul telapak tangan kirinya penuh semangat.  “Bukannya dia selalu pergi dengan teman-temannya? Iya kan Jin?”, Nakamaru menatapku, meminta dukunganku.
            Aku menganggukkan kepalaku_setuju. Seingatku dimana ada Mark pasti selalu ada teman-temannya. Mereka biasa duduk bergerombol sambil bicara keras-keras. Jika saatnya makan tiba, biasanya mereka menguasai sebuah meja, melarang anak kelas satu yang lain untuk mendekati mereka.
            “Sebenarnya dimalam Mark menghilang dia janji untuk menemui teman-temannya di depan asrama”, Junnosuke berusaha menjelaskan padaku dan Nakamaru. “Sayang...dia tidak datang menemui teman-temannya, katanya sih mereka menunggunya sampai larut malam, kemudian menyerah dan pergi tidur. Keesokan harinya mereka baru tahu kalau Mark tidak pulang ke asrama dan telah menghilang”.
            Nakamaru sedikit sedih, kepalanya menunduk ke bawah lalu menghela nafas, suaranya sedikit tercekat, “Walau pun dia sedikit menyebalkan, tapi aku merasa kasihan padanya...”.
            Aku dan Junnosuke, kami berdua terdiam, setuju dengan Nakamaru.
            Tiba-tiba sebuah ide melintas dipikiran Junnosuke, wajahnya berubah menjadi berseri-seri, sedikit berteriak_Junno mengacungkan jari telunjuknya ke depan wajahnya, “Hei...bagaimana kalau kita ikut menyelidiki, siapa tahu kita bisa membantu mencarinya”. Sebelum aku dan Nakamaru sempat menanggapi, Junnosuke terus saja berbicara tentang ide gilanya itu. “Pasti akan jadi headline yang bagus di majalah sekolah minggu depan”.
            Aku dan Nakamaru saling memandang, dengan kompak kami menggelengkan kepala, tidak setuju. Nakamaru melotot ke arah Junnosuke, “Kau gila, Junno! Itukan bukan urusan kita, sebaiknya kita tidak usah ikut campur!”, bentaknya. “Benarkan, Jin?”, Nakamaru menatapku tajam, memaksaku memihaknya.
            Junnosuke cemberut, dahinya berkerut-kerut, bibirnya mengerucut, “Ayolah...Jin...”. Junnosuke menatapku memelas kemudian menatap Nakamaru, “Ayolah...Maru...”. Junnosuke merajuk padaku dan Nakamaru, “Sekali ini saja...inikan kesempatanku untuk mendapatkan berita yang bagus...”. Junnosuke terus merayu kami. Tangannya menarik-narik ujung seragamku sambil terus merengek padaku, “Jin...kau kan temanku yang paling baik”. Dia terus memaksaku. “Mau ya...sekali saja...”, Junnosuke mengerjap-ngerjapkan bola matanya.
            Aku menyerah...aku menghirup nafas dalam-dalam sampai aku bisa merasakan udara memenuhi dan menekan rongga dadaku kemudian mengangguk pasrah.
            Nakamaru mendengus kesal saat melihatku menyerah, sementara Junnosuke langsung berteriak kegirangan seperti anak kecil yang baru saja mendapat permen. Teriakan Junnosuke dengan sukses berhasil menjadikan kami sebagai pusat perhatian. Semua anak menoleh pada kami, bertanya-tanya apa yang sudah terjadi. Nakamaru langsung melotot pada Junnosuke, bola matanya hampir melompat keluar.
            Sadar sudah menyebabkan kehebohan, Junnosuke langsung menutup mulutnya dengan tangan. “Ups...sorry...”, Junno setengah berbisik.
            Nakamaru masih merasa kesal, wajahnya menjadi merah karena marah, tapi Junnosuke pantang menyerah, dia terus merayu Nakamaru sambil sesekali menoleh padaku.
            Nakamaru memandangku ketus, menanyakan pendapatku. Aku tersenyum dan mengangguk padanya.
            Nakamaru memejamkan kedua matanya sebentar sambil berpikir. “Oke...aku juga akan membantumu”, suaranya melembut. “Tapi cuma sekali ini saja, Oke...!”, tegas Nakamaru.
            Junnosuke langsung memelukku kemudian memeluk Nakamaru. “Kalian memang teman-temanku yang paling baik”, teriak Junnosuke, riang. Nakamaru berusaha melepaskan diri dari pelukan Junnosuke. “Sudahlah Junno, lepaskan...kau tidak lihat...orang-orang memandangi kita!”, bentaknya.
            Junnosuke langsung melepaskan pelukannya. “Ups...sorry...”, Junno malu-malu meminta maaf.
            Aku tidak bisa menahan tawa melihat mereka berdua, ”Junno...sudah dua kali kau meminta maaf”.
            Junnosuke nyengir melihatku.
            “Ayo lah Maru...maafkan saja dia”, bujukku. “Kau kan tahu Junno memang begitu”, tambahku.
            Nakamaru tersenyum. Kita bertiga saling memandang, lalu tertawa bersama-sama.
            Gedung asrama terlihat ramai. Banyak anak yang berlalu-lalang keluar masuk asrama.
            “Hei...kalian tau, aku lapar sekali. Berdebat dengan Junno membuat perutku lapar”, Nakamaru menepuk-nepuk perutnya.
            “Jangan salahkan aku dong kalau kau sampai merasa kelaparan”, Junnosuke membela dirinya. “Tapi aku juga lapar nih, kurasa aku bisa mendengar suara perutku yang kelaparan”, canda Junnosuke.
            “Kalau begitu sudah diputuskan...sekarang ayo kita makan...”, ajak Nakamaru riang.
            “Setuju....!”, teriak Junnosuke semangat sambil menarik tanganku dan Nakamaru menuju kantin.
            Aku berusaha melepaskan tanganku dari Junnosuke. “Tunggu Junno, kurasa aku tidak lapar”, sergah ku. “Aku mau langsung ke kamar dan tidur, semalam aku kurang tidur dan kurasa hari ini cukup melelahkan”, kataku pada Junnosuke, sebenarnya sih penjelasan ini lebih kutujukan pada Nakamaru yang mulai menatapku cemas.
            “Oh...Oke...kalau begitu aku ke kantin dulu. Sampai ketemu besok lagi”, kata Junnosuke padaku sambil berjalan ke arah kantin. Junnosuke berhenti dan berbalik sebentar, “Istirahat yang banyak ya, Jin. Aku tidak mau kalau kau sampai sakit”.
            Nakamaru masih berdiri disampingku, menatapku cemas, “Kau yakin tidak mau makan dulu, Jin? Kau tidak apa-apa kan?” tanyanya penuh perhatian.
            “Aku tidak lapar kok”, jelasku. “Aku tidak apa-apa, aku cuma merasa ngantuk, kau tidak usah cemas”, aku meyakinkan Nakamaru.
            “Tapi kau harus makan”, bujuk Nakamaru.
            “Kalau begitu, setelah kau selesai makan kau bisa bawakan segelas susu dan sepotong roti untukku, bagaimana?”.
            Wajah Nakamaru terlihat riang, “Oke...aku akan membawakanmu makanan dan akan kupastikan kau menghabiskan semuanya”.
            “Kau memang bisa diandalkan”, pujiku.
            “Sekarang kau istirahat saja, nanti aku akan menyusulmu ke kamar”, pipi Nakamaru bersemu merah mendengar pujianku.
            Aku dan Nakamaru berpisah di depan kantin. Aku langsung menaiki tangga, tidak sabar ingin segera membaringkan badanku di kasurku yang empuk.
            Sesampainya di kamar, aku segera menuju ke kamar mandi. Kutanggalkan seragamku, kunyalakan shower dan membiarkan air yang dingin membasahi kulit tubuhku. Rasanya menyegarkan sekali.
            Setelah selesai mandi aku segera membaringkan badanku di atas ranjang. Kutatap langit-langit kamarku. Kurasa aku tertidur sebentar, sampai aku mendengar suara Nakamaru masuk ke dalam kamar dan membangunkanku untuk menghabiskan makanan yang sudah dibawakannya untukku.
            Nakamaru membawakan banyak makanan untukku. Dia membawakan segelas susu, sebuah pisang, semangkuk jelly, sebuah burger berukuran jumbo dan segelas yoghurt strawberry.
            Nakamaru benar-benar memastikan aku menghabiskan semua makanannya. Dia terus menungguiku makan, sambil  menceritakan betapa bersemangatnya Junnosuke saat menanyai semua anak yang ada di kantin tentang kasus menghilangnya Mark.
            Setengah mengantuk aku mendengarkan cerita Nakamaru. Kurasa aku melewatkan semua bagian ceritanya. Ceritanya masuk ditelinga kananku dan keluar ditelinga kiriku dengan mudahnya, karena aku sedang berusaha berkonsentrasi menghabiskan semua makananku. Tidak semangat, aku mengunyah makananku pelan-pelan, mencernanya dengan baik sampai habis. Daging burger yang terlalu tebal terasa keras dan berminyak dimulutku. Sedangkan jellynya terlalu kenyal dan dingin, yoghurtnya sangat asam_membuat perutku terasa mual. Pisangnya lumayan enak dan segelas susu yang hangat dapat membuatku tidur nyenyak.
            Nakamaru tersenyum puas melihatku menghabiskan semua makananku. Dia membiarkanku kembali berbaring di ranjang dan melanjutkan tidurku  setelah aku selesai menggosok gigiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar