Kamis, 30 Juni 2011

yakusoku (promise..) part 5


 5.  Perjanjian
            Aku yakin_pasti aku sedang bermimpi. Aku berdiri ditengah-tengah padang rumput yang luas. Tapi anehnya aku bukanlah aku. Aku menatap kedua tanganku, aneh...kenapa tanganku terlihat begitu mungil dan halus. Lalu kutatap kedua kakiku...hmm..kenapa kakiku terlihat seperti kaki seorang gadis...jantungku berdebar dengan kencang.
“Mustahil!!”, jeritku dalam hati. Kupejamkan mataku_berharap apa yang kupikirkan tidak mungkin terjadi. Pelan-pelan kubuka kedua mataku. Sekali lagi_kulihat kedua tanganku dan kedua kakiku. Kuperiksa seluruh bagian tubuhku_benar dugaanku. Aku mengumpat dan bertanya dalam hati, “ aku Jin Akanishi, seorang cowok tulen kenapa sekarang tiba-tiba berubah menjadi seorang gadis?”.
            Gadis ini, atau lebih tepatnya adalah aku memiliki sepasang tangan dan kaki yang mungil_rapuh. Pelan-pelan aku mulai berjalan, takut kakiku yang mungil bisa patah kalau kupaksa untuk berjalan cepat.
            Angin berhembus menerpa rambut hitamku yang panjang..
”Hei..tunggu dulu, sejak kapan rambutku jadi panjang?”, tanyaku bingung dalam hati. “Hello...sekarangkan aku berubah jadi cewek, bukan hal yang mustahil donk kalau dalam sekejap rambutku juga berubah jadi panjang”, jawabku sendiri.
            Berusaha tetap tenang, aku mulai mengamati keadaan disekelilingku.
Padang rumput yang sama dengan mimpiku sebelumnya, yang membedakan sekarang hari masih terang. Aku dapat melihat jelas pemandangan disekitarku. Sepanjang mata memandang hanya terlihat hamparan rumput hijau, menyejukkan mata, bergoyang-goyang tertiup angin sepoi-sepoi. Dikejauhan aku bisa mendengar suara kicau burung yang riang, bersahut-sahutan, satu dengan yang lainnya. Matahari bersinar terang, sungguh berbeda dengan Forkstown__disana matahari tidak pernah bersinar terang, kabut tebal selalu menyelimuti kota sepanjang waktu.
            Aku berbaring, beralaskan rumput yang tebal. Semilir angin membuai kulitku. Kutatap langit yang cerah, awan-awan seputih kapas berderet_berarak-arakan, kubiarkan hangatnya matahari menerpa kulitku yang pucat karena kekurangan vitamin D.
            Kuhirup dalam-dalam udara yang masih bersih belum tercemar oleh polusi, segarnya aroma rerumputan ikut menelusup masuk ke dalam hidungku, tubuhku terasa sejuk. Tanganku meraba rerumputan yang bergoyang-goyang tertiup angin, membiarkannya menggelitik telapak tanganku.
            Tempat ini benar-benar indah dan damai, seperti berada di surga. Aku tidak mau terbangun dan meninggalkannya. Aku merasa nyaman berada disini.
            Kupejamkan kedua mataku_meresapi indahnya alam, mendengarkan hembusan angin berbisik di telingaku, mendengarkan suara gesekan rumput, kicauan burung_semuanya menyatu bagai sebuah symphoni yang indah, merdu, menenangkan jiwa, membuatku hanyut terbuai di dalamnya.
            Aku terkejut dan langsung terbangun saat mendengar suara seseorang memanggilku, menyebut-nyebut namaku_atau pada awalnya kukira memanggil namaku. Suaranya terdengar lirih, tenggelam diantara hembusan angin. Aku harus memasang telingaku baik-baik_berkonsentrasi penuh untuk dapat mendengarkan suara itu, suara yang sangat merdu, lembut_selembut sutera, yang dapat membuaiku, menghanyutkanku, seperti candu yang membiusku_membuatku terlena.
            Aku bangkit, berdiri menatap kesekelilingku, mencari-cari sang pemilik suara. Suaranya terdengar dekat tetapi dalam waktu bersamaan juga terdengar sangat jauh. Memanggil-manggilku, menggodaku, membuatku penasaran_terus mencari.
            Perlu beberapa menit bagiku menemukan sang pemilik suara...
            Berdiri diantara hijaunya rerumputan, seorang pemuda tampan. Tubuhnya tinggi, tegap_sempurna, seperti patung dewa-dewa Yunani. Kulitnya putih pucat, sama seperti kulitku. Rambut hitamnya yang panjang tergerai sebahu. Perutnya yang rata, dadanya yang bidang terlihat dari balik kemeja yang dibiarkan terbuka. Kulitnya terlihat kontras dengan pakaiannya yang serba hitam. Kedua tangannya terentang ke samping, telapak tangannya menghadap ke atas, kepalanya mendongak_menatap matahari. Dia terlihat sedang menikmati sinar matahari, membiarkan hangatnya matahari menerpa seluruh tubuhnya. Bibirnya yang indah bergerak-gerak, memanggil sebuah nama.
            Terpesona melihatnya, aku terus menatapnya dari ujung kepala sampai ke ujung kaki tanpa berkedip. Saat itu aku baru menyadari_dia bertelanjang kaki. Aku bisa melihat kedua kakinya dibalik rerumputan.
            Berusaha tetap tenang_tidak berisik, aku takut kehadiranku mengganggunya. Aku terus memandanginya, mengaguminya. Dia sangat sempurna. Kutahan nafasku yang kian menderu seirama detak jantungku yang berdegup semakin kencang.
            Pemuda itu menoleh ke arahku...
Jantungku seakan berhenti berdetak, nafasku terasa sesak, perutku terasa aneh__seakan ada kupu-kupu yang berterbangan di dalamnya, menggelitiki perutku, menimbulkan sensasi yang aneh. Wajahnya yang tampan memandangiku. Sorot matanya yang tajam terus menatap mataku, membuat kedua lututku bergetar lemas. Bibirnya yang menggoda, membisikkan sebuah nama dengan lembut, “Yuki.....”. Suaranya bergema di dalam kepalaku.
            “Siapa Yuki?”, aku bertanya-tanya dalam hati.
Aneh_aku terdiam mematung, aku tidak dapat bergerak, tubuhku terasa lemas seperti tidak bertulang saat mendengar pemuda itu menyebut nama Yuki. Seakan-akan nama itu terasa akrab ditelingaku.
            Pemuda itu berjalan menghampiriku, gerakkannya gesit dan anggun bagaikan seorang bangsawan. Dia seakan melayang di atas rumput.
            Sebelum aku sempat bernafas, dia sudah berdiri dengan sempurna dihadapanku.
            Matanya yang merah_semerah darah menatapku dengan lembut. Aku seharusnya merasa takut dengan mata itu. Merah.....warna yang aneh. Entah kenapa aku malah merasa sudah bertahun-tahun merindukan mata itu.
            Pemuda itu mencondongkan tubuhnya semakin mendekat kearahku. Seluruh tubuhku memanas, mukaku memerah, hatiku semakin berdebar-debar. Wajahnya yang tampan mendekati wajahku. Aku tersipu, menunduk_malu. Aku bisa mencium aroma nafasnya yang wangi memabukkan.
Lirih dan lembut dia berbisik ditelingaku,”Yuki....aku mencintaimu...Yuki....jangan lupakan aku...”.
Jantungku seperti berhenti berdetak mendengar ucapannya padaku. Aku tahu semua ucapannya ditujukan untuk Yuki, gadis yang entah kenapa aku sekarang berada didalam tubuhnya. Tapi kenapa seakan-akan kata-kata itu ditujukan padaku_kenapa aku berharap kata-kata itu untuk diriku seorang, bukan untuk gadis bernama Yuki ini.
            “Yuki........maafkan aku, aku tidak bisa bersamamu. Aku berjanji meskipun kita tidak bisa bersatu, aku akan selalu melindungimu..Walaupun harus menunggu ratusan tahun lamanya”, pemuda itu berbisik lagi padaku. Suaranya terdengar sangat sedih.
Mendengarnya_membuatku juga merasa sedih_hatiku terasa sakit dan perih. Aku merasa semakin aneh. Seakan-akan dulu pernah merasakan perasaan yang sama seperti ini, rasa yang telah lama terkubur jauh didalam hatiku. Tanpa sebab, air mata mulai membasahi pipiku_aku menangis. Badanku mulai bergetar, menahan rasa perih dan sedih yang semakin menyeruak keluar dari dalam hatiku.
            Pemuda itu memelukku dengan lembut. Aku dapat merasakan kulitnya yang dingin_sedingin es menyentuh kulitku. Tubuhnya yang dingin malah membuatku merasa semakin hangat ketika dia memelukku semakin erat. Sesuatu dalam diriku menggerakkan tanganku meraih punggungnya, balas memeluknya dengan erat. Bingung_aku merasa takut kehilangannya. Seperti de javu, bukan kali ini saja dia pernah pergi menghilang meninggalkanku sendiri_kesepian.
            Tangannya yang dingin berusaha melepaskan dirinya dari pelukanku. Aku semakin kuat memeluk punggungnya_tidak rela dia pergi menjauh. Dia tersenyum miris sambil mengangkat tangan kanannya. Aku memejamkan mata, membayangkan dia akan memukulku supaya aku melepaskan pelukanku. Aku merasakan tangan kanannya mengusap-usap lembut kepalaku. Kuberanikan diri membuka kedua mataku. Aku bisa melihat mata merahnya menatapku, matanya terlihat sedih. Kami saling bertatapan. Dia mengecup keningku, bibirnya pun terasa dingin. Aku membuka mulutku_mencoba bertanya apa yang membuatnya sedih tiba-tiba dia mencium bibirku. Tanpa ragu akupun membalas ciumannya. Aku mencintai pemuda ini, setidaknya itu yang kurasakan saat ini. Aku tidak peduli apakah itu murni perasaanku atau itu adalah rasa cinta yang dimiliki gadis ini, yang jelas tanpa alasan saat ini aku sangat mencintai pemuda ini.
            Pemuda itu berlutut dihadapanku, tangan kanannya meraih telapak tangan kiriku dengan lembut. Dia mengecup cincin dijari manisku. Cincin ini tampak tidak asing lagi bagiku. Terkejut, “Hei...bukannya ini cincin yang sama dengan cincin pemberian dari Dad!”, teriakku dalam hati. Tidak salah lagi, bentuknya sama persis dengan cincinku.
            Pemuda itu mendongakkan wajahnya, menatapku dengan hangat. Masih terlihat kesedihan disorot matanya itu. “Yuki.....bila saatnya telah tiba, sebutlah namaku dan aku akan datang menemuimu lagi. Apapun yang akan terjadi. Bagaimanapun keadaan dirimu kelak, aku akan selalu menunggumu...”.
            Cahaya putih yang menyilaukan menyinari pemuda itu. Kupicingkan mataku berusaha untuk terus menatap pemuda itu_tak menghiraukan cahayanya yang semakin terang.
Samar-samar tubuh pemuda itu semakin menghilang, berubah menjadi ratusan butiran cahaya. Mulai dari bagian kaki terus merambat naik keatas. “Yuki....jangan sedih, aku selalu mencintaimu..maafkan aku”,kata pemuda itu sesaat sebelum seluruh tubuhnya menghilang.
            Aku hanya bisa diam mematung. Aku merasa shock. Kenapa dia harus menghilang secepat ini, padahal kita baru saja bertemu. Air mataku tidak terbendung lagi. Aku merosot jatuh ke tanah. Tubuhku terasa lemas. Kupegangi dadaku yang terasa semakin perih dengan kedua tanganku. Aku semakin menangis tersedu-sedu. Air mata membanjiri kedua mataku. Pandanganku jadi kabur. Aku tidak bisa melihat dengan jelas. Butiran-butiran cahaya itu beterbangan mengelilingiku. Aku yakin butiran cahaya itu berkumpul menjadi satu dan melayang masuk kedalam cincinku. Batu dicincinku bersinar sesaat, kemudian redup dan kembali seperti sedia kala setelah cahaya itu masuk kedalamnya.
            Aku kembali menangis_menangisi kepergian pemuda itu, menangisi cintaku atau mungkin cinta gadis ini yang juga ikut kurasakan. Tanpa sadar aku memanggil sebuah nama. Nama yang baru kali ini kudengar tapi terasa tidak asing lagi bagiku. Nama yang terdengar akrab ditelingaku. Nama yang entah kenapa aku seperti telah merindukannya selama bertahun-tahun.
            “Kame.......Kame......”, dengan suara tercekat aku memanggil nama itu. Hatiku terasa perih saat mengucapkan nama itu. Tersedu-sedu_sekali lagi ku memanggil nama itu,”Kame......Kame.......”.
            Tubuhku terguncang_dari kejauhan terdengar sebuah suara memanggil namaku, bukan sebagai Yuki tapi sebagai Jin. “Jin.....!”. Suara itu semakin keras memanggilku. Aku berlari mencari sumber suara itu. Terus berlari, terus meninggalkan padang rumput itu menuju kedalam hutan. Kakiku terasa sakit. Aku melihat kedua telapak kakiku yang mulai berdarah tergores ilalang dan kerikil yang tajam. Aku terus memaksa kedua kakiku untuk terus berlari. Menepiskan rasa sakit yang semakin merambat keseluruh tubuhku. Aku terus berlari tanpa henti. Disuatu titik_kakiku yang sudah tidak bisa diajak berkompromi lagi karena rasa sakit yang luar biasa membuatku terjatuh.
            Kubuka kedua mataku. Aku melihat dinding kamarku yang hangat. Aku terus melihat kesekelilingku dan disanalah aku melihat Nakamaru duduk disebelah ranjangku menatapku dengan cemas. Aku melihat tanganku, kakiku dan memeriksa seluruh tubuhku. Sekarang aku adalah aku, Jin Akanishi. Aku bukanlah Yuki lagi. Mungkin semua kejadian tadi hanya mimpi.
            Melihat tingkah lakuku yang aneh Nakamaru semakin terlihat mencemaskanku. “Jin, kau mimpi buruk lagi ya?”, tanyanya dengan suara pelan dan hati-hati padaku. “Kau tahu, kau tidur sambil menangis”, tambahnya.
            Aku cuma bisa mengangguk lemah menanggapi pertanyaanya sambil menyeka air mata diwajahku.
            “Ini..minumlah air ini, supaya kamu merasa tenang”; Maru memberikan segelas air padaku.
            Gemetaran, aku menerimanya. Pelan-pelan aku menyesap air didalam gelas tersebut sambil menarik nafas dalam-dalam_berusaha menenangkan diriku sendiri. Aku tidak mau membuat Maru terus menerus mengkhawatirkanku.
            “Thanks..Sekarang aku udah merasa lebih baik kok, jadi kau tidak usah khawatir seperti itu lagi”, aku berusaha tersenyum padanya. “Maaf aku mengganggu tidurmu, sekarang sebaiknya kau lanjutkan tidurmu lagi oke? Aku juga akan berusaha untuk tidur lagi”, kataku.
            Nakamaru terus menatapku, menganalisa bagaimana keadaanku sekarang. Aku mati-matian menutupi rasa gelisahku sambil memasang senyum terbaikku_menurutku. Aku berpura-pura menguap, merapikan letak bantalku, menaikkan selimutku dan memejamkan kedua mataku. “Selamat tidur Maru”, bisikku lirih.
            Melihatku yang mulai terlelap lagi_tanpa menyadari kalau sebenarnya aku hanya berpura-pura, Nakamaru pun mematikan lampu dan berbaring lagi diranjangnya. Beberapa menit kemudian aku dapat mendengar suara dengkurannya yang halus dan pelan.
            Sementara aku sekarang berusaha untuk memejamkan kedua mataku lagi. Setiap aku mencoba untuk tidur bayangan mimpi tadi kembali mengusikku. Mimpi itu benar-benar terasa sangat nyata. Aku merasa Yuki adalah aku dan Kame benar-benar menjadi kekasihku. Tunggu dulu_aku tidak boleh berpikir seperti itu. Aku sendirikan cowok, masa aku memikirkan seorang cowok dan membayangkannya sebagai kekasihku. Itu tidak mungkin terjadi.
            Aku berusaha menepis pikiran-pikiran aneh yang melintas di otakku sambil menatap cincin pemberian Dad yang melingkar di jari manisku. Mungkin karena rasa lelah, akhirnya aku kembali tertidur sampai sinar matahari malu-malu menelusup masuk kedalam kamarku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar